Fiction Love : Things I Learn From Fiction Books
"Fiction itu bacaan remaja."
Iya, tulisan ini lahir dari pendapat itu. Bukan pendapatku sih, tapi aku sempat mendengar beberapa orang yang bilang begitu. Nyatanya, menurutku nggak begitu. Dapat dikatakan, muatan dalam fiction memang biasanya lebih ringan karena berisi cerita. Non-fiction memang biasanya memiliki muatan lebih berat, tapi kalau dipikir-pikir lagi, sama-sama buku kok. Nggak semua buku non-fiction itu muatannya berat. Ada buku-buku non-fiction ringan, contohnya buku-buku psikologi untuk remaja seperti Simple Thinking About Blood Type, Who Am I?, dan masih banyak lagi. Mungkin karena disesuaikan dengan target pembaca jadi bukunya dibuat lebih ringan dan menarik.
I wanna state that, FICTION IS ALSO A GREAT GENRE OF BOOK. Apapun sub-genrenya. Fantasi, misteri, bahkan sampai yang paling sering direndahkan: romance sekalipun semuanya berharga! Memangnya cuma non-fiction aja yang berguna buat self help? Enggak kok! Contohnya, aku belajar hal-hal ini dari fiction :
1. Menerima diri sendiri
Hal ini banyak banget kudapat dari buku-buku fiction. Bahkan dari contemporary romance sekalipun. Contohnya, Eliza and Her Monsters, salah satu buku favoritku. Eliza and Her Monsters bercerita tentang Eliza Mirk, seorang komikus remaja yang terkenal di internet dengan nama samaran LadyConstellation. Eliza tidak pernah mau mengungkapkan identitas rahasianya, padahal berjuta-juta orang mengagumi komiknya di internet. Eliza menganggap dirinya aneh, dan karena itu ia merasa minder. Tapi lambat laun, Eliza mulai belajar untuk menerima dirinya sendiri.
Aku terinspirasi banget sama kisah Eliza. Seaneh apa pun diri kita, setiap pribadi kita berharga. Kita diciptakan sebagai sebuah masterpiece yang unik. Just be yourself!
2. Apapun kondisi fisikmu, kamu berharga dan itu nggak membuatmu berbeda dari orang lain
Berharga bukan pelajarannya? :) I got this from Not If I See You First by Eric Lindstrom.
Not If I See You First bercerita tentang Parker Grant, seorang gadis remaja tunanetra. Parker benci dianggap berbeda dari orang lain hanya karena cacat fisiknya. Ia benci diperlakukan sebagai seseorang yang spesial. Padahal Parker cuma seorang gadis biasa. Ia ingin dianggap sama seperti orang normal lainnya. Selain itu, dari segi romance-nya, aku juga belajar kalau cinta itu menerima apa adanya. Orang yang tulus mencintai kita pasti akan menerima kekurangan kita. Bukan berarti kita nggak usah berkembang jadi lebih baik, tapi kalau kita juga mencintai seseorang, pasti kita mau berubah untuk kebaikan orang itu.
3. Everything is possible
Ya memang sih hal-hal yang terjadi di fiction kebanyakan nggak terjadi di dunia nyata. Contohnya, cewek yang baik-baik dari keluarga yang nggak berada, bisa punya pasangan cowok kaya-raya yang bergelimang harta. Agak mustahil? Iya, tapi pasti ada beberapa kasus kayak gini dari bermilyar-milyar orang di dunia. Baca buku fiksi jadi membuatku berandai-andai, ada nggak ya orang-orang yang benar-benar mengalami hal-hal kayak gini? Apakah di luar Bumi masih ada dunia lagi? Dan lainnya. Perlu diketahui juga teman-teman, penemuan baru berawal dari andai-andai kecil kayak gini. Don't give up on your dreams!
4. Family is the most precious thing in the world
Aku belajar hal-hal ini dari To All The Boys I've Loved Before series, One karyanya Sarah Crossan, dan masih banyak lagi. Aku bahkan jarang menemukan buku non-fiction khusus remaja yang membahas hal ini. So maybe reading fiction is a great way to understand this :)
To All The Boys I've Loved Before pada dasarnya adalah sebuah buku young adult bergenre romance, namun ternyata yang lebih berkesan buatku adalah kekeluargaan yang tercipta dalam buku ini. Keluarga Song Covey begitu hangat dan pengertian, baca buku ini seperti kembali lagi ke kehangatan rumah keluarga Song Covey.
One karya Sarah Crossan adalah sebuah buku bergenre heartwarming yang sangat menyentuh. Kisah tentang Grace dan Tippi, dua saudari kembar siam diceritakan dalam kalimat-kalimat sederhana yang dikemas dalam bentuk puisi bebas. One mengajarkanku kalau keluarga adalah satu-satunya tempat di mana kamu bisa diterima tanpa perlu merasa khawatir. Apapun ketidaksempurnaanmu, they love you!
5. Friendship stands over cleverness
Ada yang 'ngeh' sama kata-kata di atas? Kuambil dari cuplikan quotes buku yang tentunya terkenal banget. Yup, seri Harry Potter! Di buku pertama, Hermione bilang hal itu, dan itu ngena banget buatku. Intelligent terkadang lebih dipentingkan (apalagi di Indonesia) padahal di dunia ini, ada banyak hal yang jauh lebih berarti dari sekedar otak :)
"Books! And Cleverness! There are more important things - friendship and bravery."
- Hermione Granger, Harry Potter and The Philosopher's Stone
6. Be brave, girls!
Aku belajar hal ini waktu aku membaca The Way I Used To Be karya Amber Smith. Akhir-akhir ini kan ada women march, jadi mungkin ini salah satu momennya buat bilang, be brave girls! Sexual harassment memang sudah jadi sesuatu yang sering terjadi di zaman sekarang. Mengerikan, memang. Lewat baca TWIUTB, aku bisa mengerti perasaan Eden yang nggak berani melapor ke siapa pun karena ketakutan. Lewat pengalaman Eden, aku belajar kalau hal-hal kayak sexual harassment harus lebih ditegakkan lagi.
Be brave to say it! Eden takut kalau dia akan dipandang rendah sama lingkungannya, tapi justru waktu dia mau ngomong ke orang-orang terdekatnya (noted : terdekat dan terpercaya), yang nggak akan mengumbar rahasianya, hal-hal seperti itu bisa diproses secara hukum tanpa mempermalukan korban kok.
7. You know what's best for yourself
Yup, tolong artikan kata-kata di atas dengan bijak. Kamu tahu apa yang terbaik bagi dirimu sendiri, tapi bukan berarti kamu menutup telingamu dari saran-saran orang di sekitarmu. Masih tetap harus dengar-dengaran dan introspeksi diri, tapi tetap keputusan ada di tanganmu. Jangan ikut-ikutan orang!
Selain itu aku belajar dari Catherine Pinkerton di buku Heartless kalau kamu harus berani berdiri buat dirimu sendiri. Jangan jadi Catherine yang end up menyedihkan karena terlalu nurut diatur-atur padahal she knows it's not the best for her. Dia punya pilihan, tapi dia nggak menggunakan itu. Ketika lingkungan kamu nggak bawa dampak positif buatmu, you have the right to choose for yourself.
8. Hargai setiap orang, semuda apa pun dia
Well, aku terinspirasi sama komik Yotsuba di mana tokoh utamanya adalah Yotsuba Koiwai, seorang anak berumur lima tahun. Kita sering berpikir, anak lima tahun bisa apa? Tapi lewat komik Yotsuba, kita bisa melihat dunia dari mata polos seorang anak. There's no hate, just love for all things. :) Seiring kita tumbuh dewasa, kita nggak sadar kalau kita lebih sering menyebarkan hate daripada love. Agree? :)
Selain itu, ada satu buku yang menyinggung hal yang sama. The Little Prince karya Exupéry. Sekilas buku ini terlihat seperti buku anak-anak karena gambar-gambarnya, tapi di dalamnya mengandung filosofi yang bisa kita pelajari. Di dalamnya ditekankan, ini buku untuk orang dewasa.
The Little Prince menjadi buku yang akan aku rekomendasikan pada setiap orang karena buku ini membuka mata batin seseorang tentang dunia. Banyak banget pelajaran-pelajaran yang bisa didapat dari buku ini. Hal-hal yang seringkali nggak kita sadari. Terkadang kita yang dewasa harus belajar dari pandangan anak-anak kecil.
Banyak hal yang bisa dipelajari dari buku-buku fiksi. Kamu punya tambahan nggak untuk list di atas? Atau adakah buku fiction yang membuatmu belajar banyak? Tulis di kolom comment ya :)

Comments
Post a Comment